Summarecon Bekasi, Burgundy RAK 33
Bekasi, Jawa Barat 17123
Indonesia
If you have any question or are interested in having chats about participation and social change, you can also reach us out via email
Sebuah projek PAR yang dilaksanakan Restless Development, Recrear dan Development Alternative di tahun 2020 bersama 12 orang muda dari berbagai negara mempelajari bahwa dalam pandemi telah membuat banyak kelompok, organisasi dan gerakan pemuda “dipaksa” untuk mengeksplorasi sendiri cara baru untuk tetap bisa beroperasi. Walaupun banyak organisasi yang akhirnya bisa beradaptasi (utamanya dengan memaksimalkan teknologi), banyak aktivis orang muda yang menyampaikan resiko keberlanjutan organisasi karena munculnya berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah yang menggunakan COVID-19 sebagi justifikasi untuk membatasi ruang sipil publik dan aktivisme orang muda.
Dari banyak pengertian terkait jejaring dukungan bagi organisasi orang muda (support network), Participate dan Yayasan Isbanban menggunakan pengertian bahwa jejaring dukungan adalah kumpulan dari aktor yang berperan menyediakan sumber daya bagi keberlangsungan organisasi orang muda.
Terkait macam sumber daya apa yang disediakan oleh jejaring dukungan, kami bersepahaman dengan hasil sintesis dari CIVICUS dalam Resourcing Youth-led Groups and Movements: A reflective playbook for donors and youth organisers yang mengkategorikan bentuk sumber daya menjadi sumber daya finansial dan non-finansial yang mencakup:
Akan tetapi, pengertian jejaring dukungan dari para kolaborator akan menjadi acuan utama dari learning project ini sehingga definisi diatas tidaklah mutlak menjadi definisi yang absolut. Pada prosesnya, sesi pertemuan di learning project akan menggali pengalaman dari para kolaborator untuk mengidentifikasi jejaring dukungan yang kontekstual dalam perjalanan organisasi orang muda di Indonesia.
Di Indonesia, sebuah survei yang dilakukan oleh tim Campaign.com kepada 72 komunitas sosial pemuda dari 15 provinsi di Indonesia menunjukkan 90,28% dari mengalami kendala sebagai dampak dari krisis pandemi COVID-19. Tiga aspek yang paling diharapkan untuk diberikan selama pandemi adalah akses ke pelatihan (61.11%), pendanaan (59.72%) dan pendampingan intensif (55.56%).
Pembelajaran yang sama juga diangkat oleh studi Purposeful bersama dengan 106 aktivis perempuan dari 91 negara. Studi ini mengemukakan fakta bahwa banyak organisasi yang dipimpin orang muda perempuan mengalami kendala pendanaan untuk keberlanjutan inisiatifnya. Hal ini dikarenakan banyak gerakan-gerakan feminisme yang dibiayai secara mandiri dari orang muda dan anak perempuan. Pandemi COVID-19 telah banyak mengurangi kemampuan finansial (dimana perempuan lebih terdampak serius), sehingga mempengaruhi keberlanjutan inisiatif-inisiatif yang mereka pimpin. Hal ini terlebih lagi dampaknya bagi organisasi orang muda perempuan yang belum terdaftar (unregistered).
Studi PAR yang dilakukan bersama 25 pemimpin organisasi orang muda di Amerika Latin dan Afrika oleh CIVICUS menemukan bahwa masih ada ketimpangan hubungan antara organisasi orang muda dan entitas yang memiliki sumber daya, dimana utamanya kelompok yang paling sulit mengakses sumber daya adalah organisasi yang belum terdaftar secara legal (unregistered).